Ir. Herald Siagian, ENTJ
Praktisi Leadership & Management
Generasi Z atau yang dikenal dengan istilah Gen-Z merupakan generasi yang unik. Lahir pada 1995-2010, generasi ini tumbuh dan lekat di era teknologi digital. Ini membuat Gen-Z sangat berbeda dengan generasi sebelumnya, Gen-Y atau generasi milenial.
Dapat dikatakan seluruh hidup Gen-Z sangat dipengaruhi oleh perkembangan teknologi. Gen-Z, lahir ketika era ponsel generasi 2G dan sekarang 5G, mengenal pendidikan secara digital melalui metode online dengan aplikasi yang sangat populer Zoom. Itu sebabnya Gen-Z, dikenal sebagai generasi Zoomer. Pengalaman ini membuat Gen-Z lebih suka berkomunikasi secara digital daripada bertatap muka langsung.
Hidup dalam teknologi digital yang sangat pesat menjadi pedang bermata dua bagi Gen-Z. Di satu sisi, teknologi digital memberi kemudahan berkomunikasi dan bertransaksi secara online, tetapi di sisi lain memberi stigma atau label buruk bagi Gen-Z.
Tak dapat dipungkiri, Gen Z kerap disebut sebagai generasi strawberry, yang tampak luarnya bagus, tapi di dalam lembek. Kadang, disebut juga generasi rebahan yang malas gerak alias mager. Sayangnya, data pun menunjukkan pengangguran di Indonesia didominasi oleh Gen-Z, sejumlah 9,9 juta orang. Alasannya banyak, diantaranya: kurang motivasi dan inisitif, kurang professional, komunikasi buruk dan lainnya.
Stigma ini jelas merugikan, karena Gen Z adalah generasi yang sangat berpotensi. Teknologi digital yang mereka kuasai adalah bukti nyata kecerdasan manusia yang diberikan Tuhan. Namun, untuk melawan stigma tersebut, Gen-Z perlu menunjukkan karakter yang tangguh, kemampuan beradaptasi, dan semangat juang yang tinggi, bukan generasi rebahan. Ibarat pendaki gunung bertarung mendaki ke puncak gunung tidak minta digendong.
Karakter, Kompetensi, Kinerja
Menjadi generasi sukses sangat dipengaruhi Karakter, Kompetensi, Kinerja (KarKomKin). Karakter positif, peningkatan Kompetensi lewat upskilling, Kinerja yang excellent bukan yang kaleng-kaleng.
Karakter yang positif, seperti integritas dan disiplin, adalah fondasi yang kokoh. Kompetensi harus terus ditingkatkan melalui pembelajaran dan pelatihan, terutama di bidang yang relevan dengan tantangan masa depan. Sementara itu, kinerja yang unggul menjadi bukti nyata kemampuan mereka untuk bersaing.
Gen-Z perlu membekali diri dengan knowledge, skill, wisdom untuk menjadi problem solver. Jangan takut akan threat, ancaman, sebab bagi petarung tangguh threat is opportunity, ancaman itu peluang.
Sebuah kutipan layak disimak: “DISIPLIN tanpa harus diawasi, BEKERJA tanpa harus diperintah, TANGGUNG-JAWAB tanpa harus diminta.” Kutipan ini patut menjadi bekal bagi Gen-Z saat memasuki dunia profesi, atau sedang berburu lowongan kerja. Karakter inilah yang sangat ditunggu oleh negara dan bangsa Indonesia dari setiap generasi muda.
Pada 2045, Indonesia berusia 100 tahun. Indonesia membutuhkan pemimpin yang ulet, tangguh, unggul, yang excellent. Tiap lima tahunan Indonesia mencari dan memilih pemimpin untuk 1.277 kursi kepemimpinan. Jumlah itu merupakan terdiri atas: anggota DPR RI 580 orang, anggota DPD RI 152 orang, Kepala Daerah 545 orang, total 1.277 orang.
Negara juga membutuhkan pemimpin di dunia industri dan usaha, di ASN/TNI/Polri, di Kehakiman dan Kejaksaan, di kepemimpinan Gereja, di dunia akademisi. Gen-Z perlu mempersiapkan diri, agar mampu bertanding dalam kompetisi dan menjadi pemenang.
Peran Orang Tua
Orang tua berperan sangat penting mendidik anak dari generasi Gen Z. Orang tua harus menjadi sahabat bagi anak yang bisa saling berbagi pengalaman dan perasaan. Orangtua yang mendikte secara otoriter kepada anak Gen-Z, cara itu tidak efektif. Anak Gen-Z butuh kasih, ketegasan, kedisiplinan, keteladan dalam satu paket.
Peran orangtua adalah menjadikan anak-anak mereka menjadi satu teamwork yang kompak. Membanding-bandingkan prestasi anak-anak mereka, membuat mereka menjadi rival satu sama lain. Orangtua yang pilih kasih kepada anak-anaknya akan membuat anak saling irihati.
Terbentuknya stigma generasi strawberry kepada Gen-Z yang tampak luar bagus dan di dalam lembek, tidak lepas dari peran orangtua. Orangtua yang memanjakan anak, membuat anak tidak tangguh. Anak yang selalu mendapat fasilitas berlebihan dari orangtua akan membuat si anak tidak kuat menghadapi badai dan gelombang kehidupan.
Ada orangtua yang berkata: “Dulu aku hidup susah, maka sekarang kubuat anakku hidup senang”. Mindset itu bisa mengarah ke memanjakan anak.
Pada akhirnya, peran orangtua adalah menjadi teladan bagi anak: teladan iman Kristen, teladan karakter Kristus, teladan kedisiplinan murid Tuhan. Bandingkan, anak mendengar dengan telinga hal nasihat orangtua atau anak melihat dengan mata hal contoh teladan orangtua. Ternyata apa yang dilihat anak lebih kuat pengaruhnya dibanding dengan apa yang didengarnya.
Jika anak melihat orangtua tekun mempelajari Alkitab, maka anak juga ikut tekun mempelajari Alkitab. Jika anak melihat orangtua tekun berdoa, maka anak juga ikut tekun berdoa. Jika anak melihat orangtua tekun bekerja keras dan bekerja cerdas, maka anak pun ikut tekun bekerja keras dan bekerja cerdas. Jika anak melihat orangtua tanpa marah-marah, maka anak pun terbiasa tanpa marah-marah.
Memasuki Indonesia Emas 2045, adalah masa yang sarat tantangan sekaligus peluang besar menanti. Bangun karakter yang tangguh, asah kompetensi dan tingkatkan kinerja. Gen-Z bukan generasi rebahan.